Selasa, 21 November 2017

Ilmu Kebaharian, Memperbaiki Persepsi dan Apresiasi Bangsa Terhadap Dunia Bahari

Dudi Akasyah

Memperbaiki Persepsi Bangsa tentang Kelautan
Pengenalan ilmu kebaharian dilakukan dengan pendekatan perbaikan persepsi. Dari persepsi inilah akan terwujud paradigma.
Agar pemikiran orang lain disesuaikan dengan pemikiran kita maka perlu disamakan persepsinya terlebih dahulu.
Pembentukan persepsi secara efektif perlu dilakukan melalui pendidikan. Skill, kompetensi, teknologi, dan sebagainya tidak akan dapat dioptimalkan jika persepsi belum terbentuk. Memperbaiki cara berpikir (mindset) akan mampu memaksimalkan potensi kelautan.
Untuk mengetahui bagaimana realitas pemahaman penduduk tentang laut Indonesia. Di bawah ini adalah beberapa tanggapan sebagian orang tentang laut Indonesia atas pertanyaan: "Bagaimana pandangan saudara tentang laut?"
1) Informan A: saya tahu laut saat liburan sekolah, seperti ancol.
2) Informan B: Laut ya pantai, tempat orang berlibur.
3) Informan C: Saya belum tahu laut, baru dari cerita orang.
4) Informan C: Saya nggak sempat ke laut, buang-buang duit.
5) Informan C: Laut, saya ingin ke laut, bermain di pantai.
Itulah jawaban dari responden jika mereka di tanya tentang laut. Mungkin akan banyak lagi tanggapan penduduk berkaitan tentang persepsi mereka tentang laut.
Gambaran di atas menunjukan bahwa betapa rendahnya wawasan kelautan bangsa ini, tidaklah heran jika hal tersebut berbanding lurus dengan terbelakangnya pengelolaan kelautan di negeri ini.
Dari sekian banyak problematika miskinnya pemberdayaan kelautan maka semua bermula dari kesalahan persepsi. Sudut pandang itulah yang menjadi fokus pengajaran ilmu kebaharian.
Melalui perubahan mindset maka yang semula tidak memberikan apresiasi berubah menjadi memahami dan memunculkan minat, dari antipati menjadi simpati, dari tidak tahu menjadi tahu. Istilah lainnya, tak kenal maka tak sayang.
Setelah persepsi diperbaiki maka langkah selanjutnya memantapkan, mengorganisir, mengetahui, menghayati, dan memformulasikan konsep dan pelaksanaan dalam sebuah paradigma.
Jika sebelumnya sudut pandang orang tidak melihat kelautan kemudian orang sadar bahwa ternyata Indonesia lautannya luas maka mulai terbentuklah paradigma kelautan dalam diri individu.
Pendidikan dapat bersifat umum, yaitu proses aktifitas sehari-hari. Pendidikan tidak hanya bersifat formal dan klasikal, namun mencakup aktifitas manusiawi, yang dimulai bahkan dari semenjak berada dari alam rahim.
Pendidikan kebaharian tidak dimulai dari skill atau keahlian, namun diawali dengan berbasis pada moral, akhlak, jiwa, dan karakter (character building). Hal ini berdasarkan kepada kodrat manusia, bahwa kualitas manusia tidak dilihat dari tampangnya, kekayaannya atau hal yang bersifat duniawi lainnya, namun terletak di dalam hati; ketulusan niat yang daripadanya akan memunculkan semangat mengabdi dan berkontribusi secara berkelanjutan.
Kemudian, bermula dari moral atau akhlak; kemudian dimulailah pembekalan secara keilmuan. Sebaik apapun pekerjaan tanpa dibekali dengan ilmu maka hasilnya kurang terarah, atau tidak maksimal dalam pencapaian hasil.
Dengan memperhatikan potensi kelautan Indonesia yang berlimpah maka bukan saatnya lagi berkata "perlu" memperhatikan kelautan, namun "harus" segera mengelola kelautan.
Kita dilahirkan di Indonesia bukan karena kita minta dilahirkan di sini, namun Tuhan memerintahkan kita untuk mengoptimalkan apa yang ada di Indonesia.
Kita lahir di Indonesia maka apa yang bisa kita perbuat untuk negeri ini? Yang dapat kita lakukan adalah hari ini, hari yang lalu sudah menjadi kemari, dan hari yang akan datang baru sebatas angan-angan. Yang kita punya adalah sekarang ini.
Hal ini bermakna bahwa kita semua memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi. Sekecil apapun sumbangsih kita maka hal itu merupakan penjelmaan dari rasa mensyukuri karunia laut Indonesia.
Indikator Rendahnya Pengelolaan Laut NKRI
Saat ini wilayah pesisir dan penduduk pulau-pulau kecil tak ubahnya seperti desa tertinggal, tidaklah heran jika mereka selalu dikonotasikan sebagai penduduk terpencil, tertinggal, miskin, dan tradisional (jika tidak ingin dikatakan primitif). Di sisi lain, biaya hidup yang tinggi sebagai resiko dari buruknya moda transportasi laut semakin memperlebar jurang kesenjangan sosial.
Akibat dari kita yang tidak mampu memberdayakan kelautan maka: Terjadi disparitas dan kesenjangan harga jasa, dan material di wilayah NKRI yang begitu tajam antara wilayah barat dan timur, antara pulau jawa dengan pulau-pulau terdepan dan wilayah-wilayah perbatasan. Hal itu diakibatkan oleh terlantarnya potensi yang diakibatkan oleh acuh tak acuh dari para pemangku kebijakan (stakeholder).
Hal ini akan berbanding terbalik apabila laut Indonesia yang luasnya 2/3 wilayah Asia Tenggara dikelola dengan baik, dimenej, edukasi yang berkesinambungan, kerjasama secara harmoni, promosi, dan membangun semangat bahari maka kelautan akan memberikan keuntungan yang tidak akan ada habisnya.
Pengembangan sektor-sektor ekonomi kelautan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) baru yang menyebar secara proporsional di seluruh wilayah NKRI.
Kejayaan Bangsa di Depan Mata
Kejayaan Indonesia sebenarnya telah ada di depan mata, yaitu laut Indonesia. Secara geografis kelautan juga sudah membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia.
Realitas ini seharusnya menjadi pemicu optimisme dan implementasi guna mewujudkan Indonesia sebagai negara besar dan negara maju.
Tidak mungkin penduduk Indonesia didera kemiskinan apabila melihat fakta potensi laut yang luasnya berkali-lipat daratan Indonesia.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Prof Rohmin Dahuri, fakar ilmu kelautan dan perikanan, bahwa apabila potensi kelautan ditangani secara serius maka dalam jangka waktu 5 tahun, Indonesia akan keluar dari status negara berkembang menjadi negara maju. Indonesia akan keluar dari kondisi stagnan sebagai negara berkembang, menjadi negara maju yang berpendapatan tinggi di atas 12.000 USD per tahun." demikian pernyataan Prof. Rohmin Dahuri, pada hari kamis 25 September 2014 sebagaimana dilansir www.beritasatu.com.
Pendapat di atas adalah hal yang paling rasional sebab berlandaskan kepada fakta berlimpahnya sumber daya kelautan yang hingga kini belum mendapatkan penanganan serius pemerintah.
Sebenarnya banyak diskursus pemberdayaan alam dalam sektor yang lain, namun pengelolaan kelautan merupakan fakta kekayaan alam yang terbesar yang dimiliki Indonesia.
Jawabannya hanya ada dua kemungkinan, ditangani oleh bangsa Indonesia atau asing. Apabila tidak segera dikelola oleh anak bangsa maka asing dengan berbagai cara akan menjamahnya. Di sisi lain, jangan sampai laut Indonesia seperti "sungai" di Jakarta, sungai yang ada bukannya dikelola sehingga menjadi daya tarik pariwisata dan manfaat lainnya, melainkan menjadi sumber penyakit karena limbah polusi dan tempat tumpukan sampah. Laut Indonesia jika tidak ditangani akan menjadi tempat pencurian ikan dan limbah polusi dari kapal-kapal asing yang berlalu-lalang.
Lemahnya pengelolaan pemerintah juga ditunjukan dengan masih minimnya sarana transportasi laut, padahal transportasi laut merupakan andalan ekspor impor komoditi perdagangan suatu bangsa. Sebagai contoh, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa mengirim barang dari Jakarta ke Surabaya biayanya bisa dua kali lipat lebih mahal daripada mengirim barang dari Singapura ke Los Angeles (Amerika Serikat). Setidaknya hampir 15 miliar dolar Amerika Serikat per tahun diambil oleh kapal asing karena Indonesia tidak mampu," demikian keterangan dari Prof. Rokhmin Dahuri. Yang tak kalah memperihatinkannya adalah sektor perekonomian kelautan Indonesia masih tertinggal oleh negara tetangga. Padahal potensi laut mereka tak ada apa-apanya dibandingkan potensi laut Indonesia.
Menurut Prof. Rokhmin, Indonesia tertinggal oleh negeri tetangga karena sektor ekonomi kelautannya mencatat biaya logistik sebesar 27 persen dari Produk Domestik Bruto atau sekitar 1.822 trilyun per tahun yang disebabkan oleh kurang tersedianya infrastruktur transportasi laut. Tata kelola tidak hanya berlaku dalam aktifitas di daratan, namun tata kelola perlu dilakukan dalam dunia kelautan, dan Indonesia membutuhkan tata kelola untuk mendayagunakan kekayaan laut yang berlimpah.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan memiliki peranan yang sangat menentukan guna mengarahkan paradigma berpikir bangsa terhadap pemberdayaan kelautan secara nasional. Peranan pemerintah pusat akan mampu memberdayakan 33 provinsi, di sisi lain pembinaan generasi penerus dilakukan melalui pembelajaran ilmu kebaharian secara berkesinambungan, yakni melalui pendidikan.
Apa yang ada di depan kita adalah tanggung-jawab untuk mengelolanya
Lautan yang luas terbentang, garis pantai terpanjang di dunia, adalah karunia yang ada di depan mata.
Apa yang ada di depan kita maka itulah yang harus kita lakukan, kita garap, dikelola, dimaksimalkan, dan mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kebaikan orang banyak.
Kita tidak bisa memasrahkannya atau menyerahkan tanggung jawab kelautan kepada generasi penerus, sebab mereka juga sebenarnya sedang menunggu karya kita sebagai inspirasi di masa depan.
Kontribusi kita adalah sekarang, saat ini. Yang menjadi punya kita adalah sekarang ini, esok bukan milik kita, namun apabila kita melakukan yang terbaik hari ini maka besok pun kita akan tetap memberikan manfaat dan mampu memberikan tongkat estafet ke generasi masa depan dengan dada tegak sebagai perwujudan bahwa kita saat ini telah memberikan konsep, visi dan misi, serta implementasi bahari sebagai tonggak menuju kejayaan laut nusantara.
Sering terjadi dimana terjadi saling lempar tanggung-jawab tentang otoritas mana mana yang paling bertanggung-jawab terhadap merosotnya kualitas wawasan kelautan bangsa Indonesia.
Lembaga yang satu melemparkan tanggung-jawab kepada lembaga yang lain, demikian juga yang terjadi antar individu.
Jawabannya adalah terletak kepada diri sendiri, apa yang sudah diberikan atau apa yang akan kita berikan dalam rangka peningkatan wawasan bangsa terhadap kelautan Indonesia.
Tidak cukup dengan apa yang diangankan namun yang terpenting adalah apa yang telah dilakukan.


Majalah Jalasena, Juni 2017

Rabu, 13 September 2017

Kafilah FASI X LPPTKA BKPRMI Prov DKI Jakarta 2017 berangkat ke Banjarmasin Kalimantan Selatan

KAFILAH FASI X DKI JAKARTA BERANGKAT KE BANJARMASIN

Jam 05.00 WIB semua peserta dari Kafilah Prov DKI Jakarta telah berkumpul di Bandara Soekarno Hatta (Rabu 13/9/2017) untuk mengikuti Lomba Tingkat Nasional Festival Anak Shalih (FASI) X di Banjarmasin, Kalimantan. Lomba berlangsung dari tanggal 13-16 September 2017.

Peserta Kafilah, meski masih anak-anak, bahkan masih usia SD dan TK namun mereka menunjukan semangat dan optimisme.

Anak-anak memiliki kemampuan yang patut dibanggakan yang mengantarkannya sampai tingkat nasional.

Mereka didampingi oleh para pendamping yaitu orang tua serta para official.

Beberapa hari sebelumnya para kafilah telah mengikuti training center sebagai bekal untuk mengikuti kompetisi.

Kompetisi yang diikuti adalah MTQ, tahfidz, dai cilik, berkisah, terjamah lafdiyah, cerdas cermat Al-Quran, dan sebagainya.

Salah satu peserta, yaitu Putri Aisya, murid kelas 2, SD Sakinah, peserta Dai Cilik, menyatakan kegembiraannya mewakili Prov DKI Jakarta, sebab ia dapat bersilaturahmi dengan teman-teman, memperoleh ilmu, dan pengalaman.

Jam 09.00 WITA kafilah sampai ke Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin, Kalsel. Disambut oleh "Abang None" Kalsel serta perwakilan murid. Mereka menyambutnya dengan ramah.

Spanduk besar FASI X terpampang besar di Bandara Syamsudin Noor yang berisi ucapan selamat datang kepada para kafilah dari berbagai provinsi se-Indonesia.

Setelah itu, kafilah provinsi DKI Jakarta dijemput dan di antar ke penginapan, Hotel Mira Banjarmasin guna persiapan menjelang lomba FASI X.

(DAI).

Jumat, 03 Maret 2017

Desa Cipicung, Desa Panorama

DESA CIPICUNG
Desa Panorama


Hari Sabtu, jam 08.00 pagi, suasana pagi Desa Cipicung. Sinar matahari semburat dari balik Gunung Ciremai, menerangi Desa Cipicung. Cahayanya menyibak pemandangan sawah hijau di Cipicung. Letaknya di Desa Cipicung, Maja, Majalengka, Jawa Barat.

Terdengar sayup-sayup dari Masjid suara sholawat dari Ibu-Ibu Majlis Taklim seolah mengiringi para petani yang sedang membajak sawah. Shalawatnya berbunyi ya Robbibil mustofa... memberi kesan bahwa desa ini memegang teguh ajaran Islam. Syair solawat yang berisikan surga seolah bahwa indahnya bumi ini merupakan gambaran dari kenikmatan surga abadi.

Ketika memasuki desa Cipicung, anda disuguhi pemandangan warna hijau. Sawah hijau, pepohonan, perkebunan, perbukitan, dan hutan-hutan hijau.

Bukit-bukitnya menyuguhkan fatamorgana, mengantarkan pandangan mata ke atas menuju langit biru.

Pesawahan Cipicung terbentang luas, sengkedan-sengkedan seperti tangga-tangga bumi, bersambung dengan pohon menjulang, dan perbukitan laksana benteng-benteng yang kokoh.

Kebun Pinus menyuguhkan pesona wisata. Pohon-pojon tegak lurus, pemandangan alam penuh keseragaman.

Langit terlihat luas, mengajak mata manusia agar melihat ke atas, mensyukuri kelapangan hidup seperti lapangnya langit. Di Desa Cipicung sangat mudah melihat lapangnya langit, apalagi saat malam tiba maka bintang gemintang menjadi penghias utama kampung.

Bukit sangat gagah berdiri seolah memanggil orang untuk mendakinya. Menurut pandangan penulis, sangat baik jika dibuatkan akses agar orang dapat mendaki bukit dan menikmati panorama Cipicung dari ketinggian. Boleh jadi nanti dapat menjadi andalan atau destinasi wisata.

Tersedianya jalan-jalan merupakan syarat utama mempermudah akses. Sarana pendukung transportasi sangatlah penting. Di Desa Cipicung jalan sangat bagus sebab dihotmix.

Jalan mungil ukuran sekitar 4 meter membelah desa. Kondisi jalannya bagus. Letaknya sekitar 10 menit dari jalan Provinsi Jawa Barat (jalur Cikijing-Bandung).

Sumber air mudah. Pesawahan tak kesulitan air. Baik musim hujan maupun kemarau mata air selalu dipenuhi air bersih. Tak heran jika kanan-kiri desa ini banyak pesawahan dan kolam-kolam ikan.

Meski hanya berupa desa, namun memiliki bumi perkemahan sekaligus lapangan sepakbola. Bumi pramuka itu bernama Mandala Kitri. Ada sebuah tugu di atasnya terdapat buah kelapa kitri.

Di samping itu, di Desa Cipicung terdapat sekolah menengah pertama yaitu SMPN 3 Maja. Telah berdiri juga TK, Paud, dan SD Cipicung.

Cipicung identik dengan pertigaan jalan. Di sepanjang pertigaan jalan ini terdapat kantin dan toko makanan berjejer rapi guna memenuhi kebutuhan para pengguna jalan dari gunung windu, anggarawati, cieurih dan sekitarnya.

Untuk mengokohkan pendidikan agama, berdiri masjid-masjid, musola, madrasah, dan berbagai majlis taklim.

Bagi siapa saja yang berkunjung ke Desa Cipicung, tidak usah khawatir untuk makan pagi, siang, atau jajanan kuliner, sebab banyak warung untuk melayani para traveler. Banyak lokasi pemandangan yang enak diambil gambarnya oleh para potografi.

Jalan mungil Desa Cipicung, diapit oleh pemandangan sawah dan perkebunan. Mengak kita untuk mengunjunginya, sembari tafakur alam, mensyukuri karunia alam dari Allah SWT.

Sabtu, 5 Maret 2017
Penulis: Papa Putri (dudi akasyah)